facebook instagram twitter

andhirarum

    • Home
    • Tentang Andhira
    • Product
    • _aderation project
    • _dapoer eco


    Sepuluh hari lebih telah berlalu setelah postingan terakhir yang ini dan belum posting lagi gegara kesibukan dan rasa malas yang saling bersaing menguasai diri *lah, mulai lebay mbahahak*. Dasar saya sendiri memang blogger abal-abal, kadang kalau lagi nggak mood nulis ya nggak mau memaksakan diri untuk menulis, hahaha! Tapi kalau lagi mood, sehari bisa ngebut nulis beberapa draft ~XD (haduh, kenapa intronya selalu panjang sekali~).

    Jadi, sepuluh hari terakhir lebih ini ngapain aja?

    Sebenarnya banyak hal-hal menyenangkan yang saya lalui selama sepuluh hari terakhir ini. Salah satunya adalah saya genap (atau ganjil?) memasuki usia dua puluh lima tahun, dimana kata banyak orang, usia ini merupakan quarter life crisis. Heuheuheu.

    Tidak ada perayaan yang super heboh, apalagi kejutan dari teman-teman. Alih-alih perayaan, saya justru memilih untuk mematikan handphone saya sejak jam sepuluh pagi hingga petang, melipir liburan ke pantai yang ada di Blitar diajak oleh teman saya beserta bapak, kakak perempuan beserta keponakannya. Bersenang-senang menghabiskan hari yang menyenangkan bersama orang-orang yang menyenangkan.

    Melipir ke pantai yang ada di Blitar saat ulang tahun ternyata cukup menyenangkan. Oh iya, ini saya ke pantai dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan, ya. Tetap pakai masker dan nggak berkerumun. Untungnya pantai yang saya kunjungi ini nggak padat-padat amat saat itu :D

    Saya kira keluarga teman saya ini tidak mengetahui bahwa saya sedang berulang tahun hari itu, makanya saya woles saja. Eh, ternyata, sampai di pantai dan udah pada santai-santai dan makan, semuanya pada ngucapin selamat ulang tahun, hahaha. Kaget. Apalagi waktu pulang ke rumah, malamnya malah dapat kejutan dari keluarga sendiri, yang tetiba pada masuk kamar bawain roti donat dan terang bulan mini. Belum lagi ucapan-ucapan yang masuk lewat chat dan media sosial yang baru saya buka dan saya balas satu per satu setelah mengaktifkan ponsel. Bersyukur masih dikelilingi dengan orang-orang baik.

    Roti dari orang rumah, hahahahah

    Dapat kiriman roti dari teman sehari setelah hari ulang tahun HAHAHAHAHA, duh. Berasa apaan gitu~

    Dua puluh lima tahun. Umur yang dulunya saya gadang-gadang akan menjadi umur ‘emas’ bagi saya dengan pencapaian ini itu, sesuai dengan mimpi yang pernah saya tuliskan.

    Namun nyatanya, masih jauh. Jauh sekali. HAHAHAHAHAHA.

    Masih menjalani hidup yang ‘gini-gini’ saja. Masih belum mencapai mimpi yang begini dan begitu, masih dengan status single, yang, kata banyak orang, umur dua puluh lima ini harusnya memiliki seseorang dan menikah (bahkan teman sepantaran saya sudah ada yang menuju memiliki dua anak!). Hahahaha.

    Setahun belakangan menuju dua puluh lima tahun ini malah justru merupakan titik balik bagi saya pribadi. Saya belajar banyak hal, khususnya mengenal lebih dalam tentang diri sendiri, apa yang menjadi batas pada diri saya, hal-hal yang bisa saya toleransi dan tidak, lebih jujur terhadap diri sendiri bahwa saya manusia yang tidak sempurna masih banyak salah dan khilafnya, manusia yang masih terus menerus belajar karena kapasitas ilmu masih terbatas. Lebih fokus terhadap diri sendiri, lebih menghargai proses diri sendiri.

    Mengakui bahwa sedang tidak baik-baik saja juga salah satu hal yang saya pelajari banyak setahun belakangan. Membiarkan sedih datang tanpa menolak maupun mengelaknya karena itu merupakan emosi yang wajar yang dirasakan manusia. Its okay not to be okay, tidak perlu malu untuk mengakui bahwa diri sendiri sedang tidak baik-baik saja hehehe. Yang saya lakukan jika saya sedang tidak baik-baik saja biasanya untuk diam, memilih menghindar dan menghilang sejenak hahahaha (tipikal zodiak cancer sekali!). Pokoknya berusaha untuk mengontrol diri sendiri agar tidak merepotkan orang lain atas kesedihan saya haha (selama bisa saya hadapi sendiri, sih).

    Setahun terakhir sebelum memasuki seperempat abad ini lebih belajar banyak untuk menerapkan hidup penuh kesadaran di sini-kini alias mindfulness, terutama saat situasi pandemi ini. Belajar lebih menyadari dan fokus melakukan ini itu, agar tidak berpikir tiba-tiba waktu sudah terlewati begitu saja hahaha. Masih harus banyak belajar hingga sampai saat ini.

    Belajar untuk mindful living ini juga bebarengan dengan belajar hidup minimalis, sih. Kesadaran akan menjalani hidup ternyata berpengaruh juga kepada pengendalian diri saya, utamanya tentang berbelanja hahaha. Lebih sadar untuk berbelanja sesuai kebutuhan, bukan hanya sekadar lapar mata atau mengikuti tren saja. Hahaha. Meski juga terkadang masih khilaf melipir beli ini itu (terutama makanan, hahahaha).

    Satu dari sekian hal yang saya dapatkan setahun belakangan menuju dua puluh lima tahun selanjutnya adalah menyadari diri bahwa setiap orang memiliki jalannya masing-masing, yang tidak bisa dibandingkan satu sama lain. Jalan saya berbeda dengan jalan teman saya yang lain. Pencapaian saya tentu saja juga berbeda, yang tentunya tidak bisa dibandingkan karena tingkat pemahaman dan pengalaman setiap manusia itu berbeda.

    Menyadari bahwa tidak ada yang salah untuk memulai hal baru dari awal dan belajar hal baru, meski umur sudah kepala dua plus-plus hahaha. Bahkan saya sendiri masih ingin belajar memulai bisnis baru dan belajar ini itu, meski mungkin banyak yang bilang terlambat, hahaha. Tak apa, bukankah manusia sendiri itu dinamis dan terus berkembang pola pikir dan sudut pandangnya? Hihi.

    Beberapa hal yang saya rasakan juga ialah semakin sedikitnya lingkaran pertemanan. Betul saya semakin bertambah relasi, tapi hanya sebatas kenal dan say hello saja. Saya sendiri hanya memiliki lingkaran pertemanan yang itu itu saja, haha. Entah mengapa semakin berumur lingkaran pertemanan malah makin sempit, bahkan saya lebih sering sendiri ke mana-mana daripada dengan teman. Dan ternyata, lebih nyaman. Kapan-kapan akan saya bahas di postingan lain tentang rasa nyaman sendirian ke mana-mana.

    Lebih menikmati masa sendiri, tidak iri dengan status orang lain yang ‘sold out’ terlebih dahulu, ikut bahagia tanpa bertanya juga pada diri sendiri, ‘Aku kapan ya?’. Sebuah pencapaian pribadi, yang, saya pikir saya tidak bisa ada di titik ini namun ternyata saya justru malah lebih menikmati masa-masa single tanpa pasangan seperti sekarang ini. Belum terpikir lagi tentang pernikahan, malah. Hahaha. Entah sampai kapan, yang jelas, sekarang saya menikmati masa-masa sendiri ini.

    Foto diambil 3 hari setelah hari ulang tahun yang tetiba diajak main ke pantai yang ada di Blitar lagi hahaha. Oh iya, protokol kesehatan tentu saja saya terapkan ketika ke pantai. Abis foto langsung pake masker lagi. Selamat menghadapi dua puluh lima, hai kamu yang ada di foto!

    ----------------------------------

    Selamat menghadapi dua puluh lima, diri sendiri! Entah apapun nantinya yang akan dihadapi di umur ini, semoga Tuhan selalu memberi kekuatan pada diri ini. Semoga diberikan sehat dan bahagia selalu. Semoga makin hadir di sini-kini, makin fokus pada hidup sendiri, makin bertumbuh pola pikir dan sudut pandangnya, dan tetap waras. Hihihi.

    Adakah pesan-pesan dan nasihat dari teman-teman untuk saya dalam menikmati dan menjalani usia dua puluh lima tahun ini? Silakan tuliskan di kolom komentar, ya! ^^




    Love,



    Andhira A. Mudzalifa

    Continue Reading


    Akhirnya saya kembali menjadi diri saya sendiri!


    Bukan. Bukan karena saya sedang bepergian jauh. Tapi saya merasa, saya kembali mantap untuk menulis di blog yang tidak hanya diwarnai dengan tentang kedai kopi dan jalan-jalan lagi, yang akhir-akhir ini terlalu banyak mewarnai postingan saya di blog ini (meskipun itu bukan hal yang salah sih sebenarnya, tapi rasanya ada yang ngganjel  gitu).

    Semuanya bermula saat saya kembali melakukan blogwalking alias berkunjung ke blog-blog orang lain. Awalnya saya mendapat tautan blog ketika membaca tweet dari Blogger Perempuan yang posting tentang tautan postingan salah satu member dari Blogger Perempuan. Entah mengapa saya tertarik untuk membukanya, padahal saya sudah lama tidak melakukan ritual blogwalking. Biasanya, saya hanya berkunjung ke blog teman-teman yang sudah saya kenal sebelumnya hahaha. Anggap saja ini mungkin memang sudah menjadi takdirnya :D

    Blogger pertama yang saya kunjungi adalah blog dari Mbak Lia, karena tautan yang diposting oleh Blogger Perempuan yang ini. Saya baca ceritanya dari awal hingga akhir, dan meninggalkan jejak komentar di postingan Mbak Lia. Kemudian saya stakling membaca tulisan-tulisan Mbak Lia yang lain dan tertarik dengan tulisan-tulisan Mbak Lia, terutama tulisan tentang Mindfulness dan Minimalism Journey, yang menjadi fokus hidup saya belakangan ini. Mbak, aku pengagum barumu :D

    Kemudian saya menemukan blogger-blogger lainnya dari komentar di postingan blog Mbak Lia dan langsung blogwalking. Saya merasa menemukan ‘jiwa blogging’ saya kembali, setelah sekian lamanya hanya menulis saja tanpa singgah dan komentar ke blog-blog lainnya.

    Ada Mbak Eno yang terkenal dengan CREAMENO-nya (lucu banget ternyata itu bukan nama aslinya! Hahaha. Kaget pula ketika tahu asal usul namanya), yang suka berbagi thoughts yang menambah inspirasi. Ada pula Mbak Jane Reggievia, yang ku suka sekali dengan tulisan-tulisan beliau tentang sharing kehidupan. Ada Mas Anton Ardyanto, yang berbagi cerita mengenai kehidupan dan hal-hal lainnya. Ada Mbak Astria Tri Anjani, Mbak Gustyanita Pratiwi, dan Mbak Reyne Raea, yang juga suka sharing-sharing mengenai cerita kehidupan (yang mana saya salut sekali sama Mbak Rey ini bisa konsisten untuk posting setiap hari!). Dan masih banyak blogger lainnya lagi sebenarnya, yang kesemuanya baru saya stalking beberapa hari belakangan ini.

    Semua blogger ini rata-rata memiliki benang merah yang sama. Menulis tentang cerita keseharian, yang dekat dengan kegiatan sehari-hari, tanpa tema yang ndakik-ndakik alias tanpa tema yang terlalu ‘wah banget’, yang ditulis dengan bahasa mengalir yang menyenangkan sekali jika dibaca :') (dan semuanya pada ramah banget, semua komentar yang saya tinggalkan dibalas semua!)

    Saya jadi teringat masa-masa dimana pertama kalinya menulis di blog sekitar 10 tahun lalu, saat masih berseragam putih biru alias masa SMP. Cerita yang saya bagikan saat itu masih seputar tentang banyaknya tugas sekolah, tentang ekstrakurikuler, tentang sekolah, curhat masalah apa saja, pokoknya ditulis. 

    Saat itu menulisnya sangat menikmati banget sih, kayak nulis di buku harian, tapi online. Belum kepikiran jika alay atau apa, karena pada saat itu blog yang saya ikuti kebanyakan juga menulis dengan tipe yang sama, berbau curhat. Entah mengapa malah tulisan seperti itu membuat saya senang, gitu. Terasa lebih dekat dengan mereka, walaupun belum pernah bersua, haha.

    Hingga menginjak di tahun 2015, saya mulai mengubah gaya saya menulis dan tema yang saya tulis. Menghapus postingan alay berbau curcol saat SMP (yang sungguh saya sesali sampai saat ini, hiks), dan mulai mengurangi postingan-postingan berbau curhat (meski sesekali masih ada hahaha).

    Saya sempat merasa apa yang saya tulis itu tidak terlalu penting, apalagi postingan yang berbau curhat. Ketika akan menulis, saya berpikir dua kali, hingga pada akhirnya tidak jadi ditulis. Hal yang saya rasakan adalah ketakutan. Takut jika dipandang alay, takut dibatin orang, ‘Masa cerita kayak ginian aja ditulis di blog, sih?’, hingga takut jika apa yang dibagikan tidak cukup bermanfaat.

    Didasari dengan pikiran seperti itulah sejak tahun 2015 saya mulai mem-filter tentang tulisan yang akan saya bagikan. Semuanya tidak jauh-jauh dari tutorial, kedai kopi, kafe, tempat wisata, dan mengikuti blog challenge. Jarang posting tentang cerita kehidupan sehari-hari, yang mana hal itu yang harusnya lebih sering untuk dibagikan (karena namanya aja blog pribadi ye kaaann~~~). Tulisan saya tentang thoughts biasanya menunggu momen yang pas, karena setakut itu untuk memosting. Huhu.

    Sebenarnya sah-sah saja kok ketika lebih sering menulis tempat wisata maupun review tempat baru. Tapi lama kelamaan, saya dituntut oleh diri saya sendiri untuk menjadi budak konten, di mana ketika mendatangi sebuah tempat baru harus mencari konten, mencari bahan-bahan baru untuk ditulis menjadi pengisi blog saya. Ternyata cukup melelahkan. Tidak menjadi diri saya sendiri.

    Pernah saya kehilangan semangat menulis ketika tidak ada konten tempat kopi atau wisata baru yang bisa diulas, hingga saya tidak menulis apapun. Posisi saya saat itu masih belum menyadari bahwa banyak hal yang dekat dengan sehari-hari yang bisa dijadikan inspirasi untuk menulis, selain tentang kopi dan tempat wisata.

    Dan di pertengahan tahun ini, setelah saya kembali melakukan blogwalking ke teman-teman blogger baru, saya merasa bahwa semua hal bisa dijadikan tema untuk menulis, tidak hanya mengulas tempat wisata maupun kedai kopi saja. Hal-hal yang dekat dengan keseharian (yang tema ini sempat saya tinggalkan karena merasa aneh dan takut di-judge banyak orang, padahal banyak sekali hal yang ingin saya bagikan),  jurnal pribadi, bahkan curhat pun justru menjadi cerita menarik tersendiri (asal bukan cerita yang terlalu pribadi dan aib, loh).

    Terima kasih kepada teman-teman blogger yang telah menyadarkan saya (meski banyak dari mereka pun tidak pada menyadari hahaha) untuk tidak takut menulis diluar ulasan-ulasan tempat wisata maupun kedai kopi! Semoga dengan ditulisnya postingan ini akan benar-benar menjadi batu loncatan bagi saya pribadi untuk ‘mengembalikan tema cerita blog saya yang dulu, mengenai kehidupan dan hal-hal yang dekat dengan keseharian’ (tentunya dengan tidak menghilangkan postingan saya mengenai ulasan tempat-tempat hehehe) .

    Dan tentu saja semoga saja bisa rutin untuk terus posting (dan rutin blogwalking ke teman-teman blogger juga!). Hihihi.

    Jadi penasaran dengan cerita teman-teman blogger lainnya. Kira-kira, apa alasan teman-teman memutuskan untuk membuat blog dan rutin untuk menuliskan segala cerita? Yuk, cerita di kolom komentar! :D




    Menulis dengan perasaan lega,



    Andhira A. Mudzalifa
    Continue Reading


    Bersepeda adalah satu dari kegiatan yang akhir-akhir ini mulai saya gandrungi kembali gegara saya sudah punya sepeda baru (bukan karena lagi musim sepedahan seperti sekarang ini)! Hahaha. Ya sebenarnya nggak baru-baru juga, tetiba si Bapak bawa pulang sepeda punya temannya yang sudah tidak terpakai lagi. Daripada dianggurin, Bapak bawa pulang sepedanya dan diizinkan sama teman beliau hihi.

    Oke, dongeng tentang sepedanya nanti saja saya ceritakan di postingan lain.

    Kemarin Jumat, saya diajak salah satu teman mengopi saya, Mbak Tutut Yunita, untuk bersepeda santai tipis-tipis sore hari. Berhubung saya memang berniat untuk bersepeda, saya mengiyakan ajakan beliau, dan ternyata beliau ngajakin ke suatu tempat baru yang katanya saya bakal senang jika diajak ke sana (dan tempat yang tepat untuk berkonten ria, katanya). Oke, baiklah.

    Perjalanan santai menggunakan sepeda ini menempuh waktu sekitar 20 menit karena lokasi lumayan jauh dari rumah (ya sebenarnya juga nggak jauh-jauh amat sih, berhubung naik sepeda aja jadi kelihatan jauh). Sampai lokasi kebetulan juga tempatnya baru akan buka lapak, mbahahaha. Kami berdua pengunjung pertama pada hari itu, ceritanya.

    Sepedahan yang lumayan ngoyo saat itu. Bikin kembang kempis, mbhahahaha.

    Baru tahu ada tempat seperti ini di Blitar Kota bagian timur. Ningsih Galeri: Ngopi dan Vintage, nama tempanya (bukan Ningsih Tinampi, gaes. Tolong jangan salah baca). Lokasinya ada di Jalan Soedanco Supriyadi nomor 185, Kota Blitar. Masih dalam wilayah kota kok, meski agak timur sedikit sudah masuk wilayah kabupaten muahaha. Ngomong-ngomong nih ya, dari kemarin ngulas kedai kopi terakhir kenapa lokasinya selalu ada di perbatasan kota, ya? Hmm.....

    Baca: Waiki Coffee and Eat: Menyandingkan Kedinamisan Kultur Coffee Shop dengan Sajian Kuliner Nusantara


     Tampilan depan Ningsih Galeri: Ngopi dan Vintage. Berasa sedang berkunjung ke rumah nenek di desa.

     Tampilan depan Ningsih Galeri sudah terasa hawa-hawa vintage-nya.

    Kursi yang mencuri perhatian saya saat datang, yang belakangan saya ketahui ini beneran asli kursi jaman dulu, yang didapat dari Jawa Tengah.

    Beruntung sekali ketika datang ke tempat ini, saya dan Mbak Tutut Yunita –teman bersepeda saya hari itu sekaligus yang mengajak saya ke tempat ini— (dan kemudian ada teman blogger saya yang lain menyusul setelah magrib, Mbak Verwati Iriani) bisa bertemu dengan pemilik tempat unik ini. Mas Will, begitulah beliau biasa disapa. Mbak Tutut sudah bertemu dengan Mas Will ini sehari sebelumnya sih (karena udah nongkrong duluan di sini), jadi sudah kenal terlebih dahulu. Sedangkan saya baru bertemu dengan beliau pada hari itu. Tak lupa saya juga berkenalan dengan partner kerja beliau di sini, Mbak Sinta.

    Mas Will bercerita bahwa tempat ini buka kembali masih berjalan sekitar dua minggu. Sempat buka sebelum pandemi, namun saat ada berita semua kedai kopi dan kafe harus tutup untuk sementara, tempat ini juga ikut tutup. Baru buka kembali sekitar dua minggu yang lalu. Pantas saja saya baru ngeh, hahaha.

    Mengalirlah cerita dari Mas Will tentang tempat unik yang beliau dirikan ini. Diawali dengan mulai menjamurnya tempat tongkrongan di Blitar, Mas Will berinisiatif untuk membuka tongkrongan kopi juga. Namun agar menjadi pembeda dengan tempat lainnya, tempat milik Mas Will ini dihiasi oleh properti koleksi milik beliau pribadi mulai dari barang antik, barang klasik, hingga barang-barang vintage. Iya, beliau memang seorang kolektor, yang mana barang-barang yang beliau dapatkan ini rata-rata dari Jawa Tengah. Terlihat unik dan menarik, ya!

     Ruang depan Ningsih Galeri. Serasa ada di ruang tamu. Sudah disambut dengan barang-barang antik yang menyenangkan mata. Kursi yang digunakan juga menambah aura jaman dulu sekali. Ah, ya. Dulu saya sempat punya kursi ginian, wkwk.

     Mesin Ketik, telepon jaman dulu, mesin jahit, yang semuanya koleksi pribadi :D


     Kamera jadul juga ada di sini!

     Kamera jadul jenis lain dan sepatu roda yang masih jaman bertali.


     Setrika jaman dulu, yang panasnya bersumber dari arang. Hayo, dulu pernah lihat proses menyetrika menggunakan setrika ini, nggak? 

    Koleksi-koleksi yang beraneka ragam

    Dari Mas Will juga saya baru mengerti jika kuno, antik, klasik, dan vintage ini memiliki arti yang berbeda. Antik, barang-barangnya susah dicari, rentang waktu sekitar 1900-1950an. Klasik, pertengahan tahun 1950, identik dengan kayu dan besi. Sedangkan vintage, identik dengan besi dan plastik, rentang waktu sekitar tahun 1970-an. Saya kira jika ketiga kata ini sama artinya, hahaha.

     Berlanjut ke ruang tengah, yang juga menampilkan koleksi barang unik dan antik. Ada Radio, tempat minum perang, telepon kabel, koleksi uang lawas, termos, tumpukan buku lawas, bahkan ada teko lurik!

     Koleksi piringan hitam vinyl dan gambar khas Tionghoa dengan label toko pecinan Surabaya.

     Asli saya langsung excited ketika melihat ini! Ya ampun, rasanya seperti kembali di jaman dulu banget hahahaha :') ini kacang goreng yang dibungkus dengan kertas minyak, yang mana saya sudah mulai jarang menemui di Blitar.

     Koleksi kamera yang sukses membuat saya melongo, hahaha. Oh iya, di sini koleksinya juga dijual. Mas Will sempat bercerita ada koleksinya yang laku dibeli oleh sesama kolektor juga, haha.



    Tumpukan kaset, televisi lawas hitam putih, telepon, termos nasi, dan koleksi jam.

    Ningsih Galeri: Ngopi dan Vintage ini juga menyediakan menu makanan dan minuman, yang kesemuanya tidak ada menu diatas 10.000 rupiah. Memang tidak tersedia menu kopi kekinian sih, namun itu justru yang menambah keunikan tempat ini. Menu-menu yang tersedia ada kopi hitam, wedang uwuh, nasi kucing yang dibungkus dengan daun jati, menu mi instan, hingga terdapat juga menu camilan seperti tahu petis dan kacang yang dibungkus dengan kertas minyak. Benar-benar terasa makan di rumah nenek, haha.

     Menu yang memakai font ala mesin ketik, menambah kembali ke masa lalu.

     Menu nasi kucing dibungkus daun jati (IDR 5.000) dan wedang uwuh yang disajikan dengan cangkir lurik (IDR 7.000). Menambah suasana seperti makan di rumah nenek.

    Isinya lalapan sambal ijo, yang sambalnya cukup nampol di lidah saya yang tidak menyukai pedas ahahaha. Wedang uwuhnya juga enak! Bikin hangat saat musim bedinding seperti ini :D

    Sementara ini tidak ada WiFi di tempat yang unik ini. Justru bagi saya malah menambah kefokusan untuk eksplor dan mengamati tempat ini lebih banyak dan mendetail (dan foto-foto, tentunya!). Lebih menyenangkan lagi jika ke sini memakai kostum ala-ala klasik atau vintage, sekaligus menyesuaikan tema dan bonus foto, haha. Oh iya, tempat ini sudah pernah dijadikan tempat untuk pre wedding, loh!

     Ruangan ketiga alias ruangan samping ruang depan, yang membuat saya makin tercengang. Suasana klasiknya malah terasa banget di sini.

     Koleksi barang antiknya yang semakin beraneka ragam jenis. Huaaaa, saya tercengang!

     Biasanya tempat ini untuk timbangan ukuran ketika membeli minyak tanah. Masih mengalami jaman ini, nggak?

     Koleksi radio dan mesin tik yang cukup banyak.

     Telepon dan piringan hitam yang berjejer rapi. Yap, semuanya koleksi pribadi :D

     Tampilan keseluruhan dipotret dari belakang.

     Koleksi foto bangunan lawasnya Blitar, foto sebelah kiri merupakan perempatan Lovi jalan A. Yani (sampai sekarang tokonya masih ada, berupa apotek. Sedangkan foto sebelah kanan merupakan bangunan Dipayana, yang dulunya merupakan bioskopnya Blitar jaman dulu. Tapi Dipayana kini sudah nggak ada. Sayang sekali :'))

     Alun-alun Blitar (foto sebelah kiri) dan Kelenteng Blitar (foto sebelah kanan). Semuanya masih ada dan kini semakin bagus :D

    Koleksi uang lawas Indonesia.

    Kaleng Blue Band jaman dulu ternyata masih ada di sini. Saya, Mbak Tutut, dan Mbak Vera penasaran ini dulu produksi tahun berapa. Dicari-cari tapi nggak nemu tahunnya, hahaha.

    Overall, saya menikmati sekali tempat baru yang saya kunjungi ini. Sepertinya bakal menjadi basecamp nongkrong baru dengan teman-teman seperkopian duniawi. Akan kembali lagi ke sini dalam waktu dekat karena belum puas sama sekali, hahaha. Masih banyak yang perlu di-eksplor :D



    View this post on Instagram

    hey para sephiaaaa, terima kasih utk kemampirannya 😄 di sini #ningsih_gallery @tututyunita.s @andhirarum
    A post shared by @ m.will33 on Jul 3, 2020 at 7:05am PDT

    Jadi, gimana? Sudah cukup penasaran dengan tempat ini? Yuk, segera agendakan cussss bersama orang kesayangan!

    ------------------------------------------

    Ningsih Galeri: Ngopi dan Vintage

    • Lokasi: Jalan Soedanco Supriyadi no. 185, Sananwetan, Kota Blitar
    • Jam buka: 17.00-24.00 (Hari Minggu tutup)





    Love,



    Andhira A. Mudzalifa
    Continue Reading


    Berawal dari rasa penasaran akan postingan instagram story teman yang memotret sebuah sudut kedai kopi baru yang ada di Blitar, membuat saya mengagendakan untuk segera mengunjungi kedai kopi yang ada di daerah Blitar Kota bagian selatan ini. Tak terasa, sudah tiga kali ini saya berkunjung ke kedai kopi ini, dan saya malah lupa belum menulis ulasannya hahahaha. Oke, mari ditulis sebagai jurnal pribadi (dan buat isen-isen blog biar ada isinya, gitu).

    Waiki Coffee and Eat, Kedai Kopi Baru di Sisi Selatan Kota Blitar

    Berlokasi di Jalan Palem nomor 99 Rembang, Kota Blitar, kedai kopi ini berada di ujung selatan Kota Blitar, dimana tempat ini berada hampir di perbatasan antara Blitar kota dan Kabupaten Blitar. Bagi saya pribadi tak terlalu menjadi masalah, meski harus menempuh jarak yang lumayan hahaha. Toh juga terbayar dengan suasana kedai kopi ini, yang ternyata memang asyik dan menyenangkan.

    Atap Waiki Coffee and Eat yang belakangan saya tahu ini merupakan icon yang menonjol dari kedai kopi ini. Saya abadikan foto ini ketika kunjungan yang ketiga kalinya.

    Icon Waiki Coffee and Eat yang terpampang di depan kedai kopi. Menjadi salah satu spot foto. Pertama kali saya penasaran akan Waiki Coffee and Eat ini karena ada salah satu teman yang upload foto berlatar belakang icon ini hihi.

    Saat pertamakali berkunjung ke kedai kopi ini (yang mana kala itu hari ketiga pembukaan kedai kopi), saya merasa beruntung. Pasalnya, saya bisa bertemu dan berkenalan langsung dengan founder Waiki Coffee and Eat, Mbak Dipika Lauren dan Mas Daniel Bagas, dimana beliau berdua menyapa saya dan dua teman mengopi saya kala itu terlebih dahulu. Sebuah kesempatan bagi saya untuk mengulik lebih banyak dan lebih dalam lagi tentang kedai kopi ini (ya, saya selalu senang ketika berkunjung ke sebuah tempat baru dan bisa berinteraksi dengan pemiliknya langsung. Jadi tidak hanya untuk duduk, foto-foto, dan mecicipi saja).

    Menyandingkan Kedinamisan Kultur Coffee Shop dengan Sajian Kuliner Nusantara

    Mengalirlah cerita dibalik berdirinya Waiki Coffee and Eat dari Mbak Dipika dan Mas Bagas. Awal mulanya memang ingin mendirikan sebuah kedai kopi yang memiliki ciri khasnya sendiri, yang bisa menjadi pembeda dari kedai kopi lainnya di Blitar yang semakin menjamur. Akhirnya dipilihlah tema yang seperti diaplikasikan sekarang ini.

    Waiki, yang dalam bahasa jawa sendiri merupakan sebuah ungkapan senang akan hal yang telah dinanti telah datang seperti ‘Wah, ini!’. Menjadi sebuah doa dan harapan bahwa kafe ini nantinya akan tumbuh menjadi sebuah ruang favorit yang dinanti sebagai tempat berkumpul, berdiskusi, tempat menuangkan pikiran, maupun hanya sekadar tempat melepas penat untuk mengopi.

    Salah satu spot foto, yang bagi saya ini menjadi icon utama dari Waiki Coffee and Eat.

    Bagi saya pribadi, kedai kopi ini terlihat unik. Saya melihat bagaimana kedai kopi ini menyatukan antara idealisme dan hobi para founder, kultur coffee shop dan sajian kuliner nusantara, yang dikemas dan ditata secara apik. Ini terlihat jelas pada interior kedai kopi ini yang banyak dihiasi oleh pernak-pernik barang vintage, koleksi buku, dan miniatur sepeda, yang merupakan koleksi dari kedua founder.

     Icon utama dari Waiki Coffee and Eat, yang berisi pernak-pernik koleksi dari para founder



     Koleksi kamera lawas, atau saya dulu menyebutnya tustel. Hahaha. Kamu pernah difoto pakai kamera ini, nggak?

     Koleksi buku yang bisa dibaca di tempat. Bisa sebagai teman mengopi juga :D


    Baru pertama kali ini saya mendapati ada zine di sebuah kedai kopi. Sebuah ide bagus yang menarik! Bisa lebih mendekatkan diri dengan pengunjung dan penikmat kedai kopi ini :D

    Nilai plus dari kedai kopi ini adalah kursi yang dipakai tidak paten alias mudah untuk digeser-geser, yang mana hal ini membuat saya lebih mudah untuk menyesuaikan duduk yang nyaman bersama teman. Ini juga termasuk salah satu hal yang diimpikan oleh Mbak Dipika dan Mas Bagas untuk membangun sebuah kedai kopi tanpa ada batasan ruang yang menjadikan sekat untuk berkumpul, bertukar ide, berdiskusi, maupun hanya sekadar untuk berkeluh kesah bersama teman-teman.


     Nilai plus dari kedai kopi ini adalah kursi yang geser-able alias mudah buat digeser-geser alias nggak paten. Lebih mudah untuk menyesuaikan :D



    Di beberapa sudut kedai kopi ini juga terdapat tulisan-tulisan yang unik dan anti mainstream. Pemilihan diksi yang tidak menye-menye dan terkesan nggak puitis, membuat saya tertarik untuk mengabadikan tulisan-tulisan yang terpatri di sudut-sudut kedai ini.







    Ruang Redam: Memberi Kenyamanan dan Memicu Kegelisahan dalam Waktu Bersamaan

    Hal yang mendasari saya untuk segera mengunjungi Waiki Coffee and Eat ini adalah adanya Ruang Redam, yang pada awal pembukaan lalu menampilkan instalasi audio visual dan cahaya yang berkolaborasi dengan Mosh Museum, salah satu instalasi audio visual yang berbasis di Yogyakarta. Saya yang penasaran akan instalasi audio visual ini (yang baru pertama kali saya tahu di kedai kopi Blitar) langsung berencana untuk berkunjung. Beruntungnya, saya masih bisa menikmati penampilan audio visual ini dikarenakan pada saat kunjungan saya yang pertama kali itu merupakan hari terakhir instalasi audio visual ditampilkan.



    Bagi saya yang memang penasaran sejak awal tentang audio visual seperti ini sangat menikmatinya. Apalagi instalasi ini hanya satu-satunya yang saya ketahui di Blitar (bahkan diadakan di sebuah kedai kopi, pula). Menarik!




    Bonus saya ikutan nampang huahahaha. Awalnya ingin kayak foto siluet ala-ala, tapi nggak jadi. Meh -_-

    Tak Hanya Tersedia Menu Kopi

    Seperti yang saya ceritakan di awal postingan, bahwa kedai ini tidak hanya tersedia menu kopi-kopian saja. Mulai dari menu susu dan non kopi, menu teh dan squash, makan santai alias camilan, hingga makanan berat yang merupakan kuliner khas nusantara dimana saya jarang menemui sebuah kedai kopi yang juga menyediakan makanan berat sebagai teman mengobrol.

    Dibandrol dengan harga mulai dari 4000 rupiah untuk camilan santai dan 13000 rupiah untuk minuman, kedai kopi ini masih cukup terjangkau untuk daerah Blitar.





    View this post on Instagram

    Nggak ada pikir 2x di kamus kami!! Langsung gas kan ke sini 🔥🔥
    A post shared by Waiki Coffee And Eat (@waiki.kopi) on Jun 26, 2020 at 10:50pm PDT

    Beberapa kali ke sini, saya mencoba 3 menu yang cukup membuat saya penasaran, diantaranya Waiki Signature, Waiki Palma, dan Nasi Gandul. Overall, semua menu ini cocok di lidah saya.


    Jika sedang bingung menentukan apa yang harus saya coba, saya selalu memesan menu khas atau signature menu dari kedai kopi atau kafe yang sedang saya kunjungi. Untuk kunjungan pertama ini, saya mencoba Waiki Signature (IDR 15.000), yang merupakan es kopi susu dengan citarasa irish (perpaduan rasa krim, kacang, cokelat, dan vanila), masala (racikan khas india yang berbentuk seperti rempah), dan cinnamon. Rasanya unik dan nge-blend banget di lidah saya! Es kopi susu bercampur dengan rempah-rempah. 



    Saya juga sempat mencoba Nasi Gandul (IDR 20.000), yang merupakan kuliner Indonesia khas Pati, Jawa Tengah. Dimana saya belum pernah menemukan menu ini di Blitar. Semacam soto santan, yang isinya ada jerohan daging sapi bersanding dengan emping dan irisan telur rebus. Disajikan di lemper, menambah rasa tradisional menu ini. Overall, cocok di lidah saya. Gurih santannya pas, bumbunya mantap.


    Kunjungan terakhir di kedai ini, saya gambling lagi. Atas saran penyaji, saya dipilihkan Waiki Palma (IDR 15.000), yang merupakan es kopi susu dengan gula palm (gula aren). Cocok untuk pecinta kopi susu yang menyukai kopi yang ramah lambung! Rasanya nge-blend antara kopi susu dan gula arennya.

    ------------------------------------------------------

    Overall, kedai kopi ini bisa menjadi rekomendasi kedai kopi Blitar yang patut dikunjungi ketika ingin nongkrong. Mulai dari perkopian duniawi, camilan, hingga makanan berat tersedia di kedai ini. Jadi nggak perlu bingung jika kelaparan, langsung cuss pesan menu makanan yang tersedia :D

    Sudah tertarik mengunjungi coffee shop ini? Yuk, agendakan berkunjung bersama orang-orang tersayang! Jangan lupa tetap memperhatikan protokol kesehatan, ya!

    ------------------------------------------------------

    Waiki Coffee and Eat

    Lokasi:
    Jalan Palem nomor 99, Rembang, Kota Blitar

    Instagram:
    @waiki.kopi

    Tentang Kedai Kopi:
    Salah satu rekomendasi menarik yang patut dicoba. Tempatnya nyaman, cocok untuk mengobrol, berdiskusi, berkeluh kesah, hingga mengerjakan tugas. Fasilitas ada kamar mandi dan tempat ibadah. Cukup lengkap.

    WiFi:
    Yes!



    Love,



    Andhira A. Mudzalifa

    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    Holla!

    Untitled-design-2

    Saya Andhira A. Mudzalifa, seorang perempuan biasa di balik semua postingan di blog ini yang suka bercerita, makan, dan jalan-jalan.

    Menyibukkan diri di Aderation Project, Dapoer Eco, dan Kerja Sama Kirana.

    Untuk menyapa lebih lanjut, bisa menghubungi lewat surel di andhira(dot)dee(at)gmail(dot)com

    Terima kasih telah mampir ke tempat di mana saya menuangkan segala cerita! Selamat membaca dan menikmati :)

    Temukan Saya Di

    • facebook
    • instagram
    • twitter

    Teman-teman

    Label

    #AyoNulis #BPNRAMADAN2024 #BPNRamadan2020 #BPNRamadan2021 #CatatanDuaEmpat #DiRumahAja Aderation Project Beauty Bodycare Cooking Crafting DIY Informasi Jelajah Blitar Journey Jurnal Tahunan Kafe Kuliner Life Lovely Place Makeup Pantai Blitar Rekomendasi Review Scarlett Smartfren Thoughts Tips Travelling Vaksinasi Writing Challenge cerita jalan-jalan

    Arsip Blog

    • ►  2024 (17)
      • ►  November 2024 (1)
      • ►  Oktober 2024 (1)
      • ►  April 2024 (6)
      • ►  Maret 2024 (9)
    • ►  2023 (3)
      • ►  Juni 2023 (1)
      • ►  Februari 2023 (1)
      • ►  Januari 2023 (1)
    • ►  2022 (3)
      • ►  Maret 2022 (1)
      • ►  Februari 2022 (1)
      • ►  Januari 2022 (1)
    • ►  2021 (51)
      • ►  Desember 2021 (2)
      • ►  November 2021 (1)
      • ►  Oktober 2021 (1)
      • ►  September 2021 (1)
      • ►  Agustus 2021 (3)
      • ►  Juli 2021 (1)
      • ►  Juni 2021 (1)
      • ►  Mei 2021 (17)
      • ►  April 2021 (17)
      • ►  Maret 2021 (4)
      • ►  Februari 2021 (2)
      • ►  Januari 2021 (1)
    • ▼  2020 (55)
      • ►  Desember 2020 (1)
      • ►  November 2020 (2)
      • ►  Oktober 2020 (2)
      • ►  September 2020 (4)
      • ▼  Juli 2020 (4)
        • Memasuki Usia Dua Puluh Lima
        • Kembali Menjadi Diri Sendiri: Tidak Canggung Lagi ...
        • Bersepeda Sore Berujung Mengunjungi Tempat Baru, N...
        • Waiki Coffee and Eat: Menyandingkan Kedinamisan Ku...
      • ►  Juni 2020 (4)
      • ►  Mei 2020 (22)
      • ►  April 2020 (11)
      • ►  Maret 2020 (1)
      • ►  Februari 2020 (1)
      • ►  Januari 2020 (3)
    • ►  2019 (48)
      • ►  Desember 2019 (3)
      • ►  November 2019 (1)
      • ►  Oktober 2019 (3)
      • ►  September 2019 (5)
      • ►  Agustus 2019 (3)
      • ►  Juli 2019 (2)
      • ►  Juni 2019 (1)
      • ►  Mei 2019 (6)
      • ►  April 2019 (3)
      • ►  Maret 2019 (9)
      • ►  Februari 2019 (11)
      • ►  Januari 2019 (1)
    • ►  2018 (10)
      • ►  Desember 2018 (1)
      • ►  Oktober 2018 (3)
      • ►  September 2018 (2)
      • ►  Mei 2018 (3)
      • ►  April 2018 (1)
    • ►  2017 (9)
      • ►  November 2017 (1)
      • ►  Oktober 2017 (1)
      • ►  Juli 2017 (1)
      • ►  Mei 2017 (1)
      • ►  April 2017 (1)
      • ►  Maret 2017 (2)
      • ►  Februari 2017 (1)
      • ►  Januari 2017 (1)
    • ►  2016 (16)
      • ►  Desember 2016 (3)
      • ►  November 2016 (2)
      • ►  Oktober 2016 (2)
      • ►  Agustus 2016 (2)
      • ►  Juli 2016 (2)
      • ►  Juni 2016 (1)
      • ►  Januari 2016 (4)
    • ►  2015 (4)
      • ►  Maret 2015 (1)
      • ►  Februari 2015 (3)
    • ►  2011 (1)
      • ►  Juli 2011 (1)

    Popular Posts

    • Usia Kepala Dua?
    • Sebuah Cerpen: Tentang Mengikhlaskan
    • A Flashback to Senior High School: Kangen!

    Saya Bagian Dari

    Logo-Blogger-Perempuan-Network-round-7

    Aderation Project

    Untitled-design-20240826-113829-0000
    Facebook Instagram Pinterest Tumblr Twitter

    Created with by BeautyTemplates

    Back to top