facebook instagram twitter

andhirarum

    • Home
    • Tentang Andhira
    • Product
    • _aderation project
    • _dapoer eco


    Sepuluh hari lebih telah berlalu setelah postingan terakhir yang ini dan belum posting lagi gegara kesibukan dan rasa malas yang saling bersaing menguasai diri *lah, mulai lebay mbahahak*. Dasar saya sendiri memang blogger abal-abal, kadang kalau lagi nggak mood nulis ya nggak mau memaksakan diri untuk menulis, hahaha! Tapi kalau lagi mood, sehari bisa ngebut nulis beberapa draft ~XD (haduh, kenapa intronya selalu panjang sekali~).

    Jadi, sepuluh hari terakhir lebih ini ngapain aja?

    Sebenarnya banyak hal-hal menyenangkan yang saya lalui selama sepuluh hari terakhir ini. Salah satunya adalah saya genap (atau ganjil?) memasuki usia dua puluh lima tahun, dimana kata banyak orang, usia ini merupakan quarter life crisis. Heuheuheu.

    Tidak ada perayaan yang super heboh, apalagi kejutan dari teman-teman. Alih-alih perayaan, saya justru memilih untuk mematikan handphone saya sejak jam sepuluh pagi hingga petang, melipir liburan ke pantai yang ada di Blitar diajak oleh teman saya beserta bapak, kakak perempuan beserta keponakannya. Bersenang-senang menghabiskan hari yang menyenangkan bersama orang-orang yang menyenangkan.

    Melipir ke pantai yang ada di Blitar saat ulang tahun ternyata cukup menyenangkan. Oh iya, ini saya ke pantai dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan, ya. Tetap pakai masker dan nggak berkerumun. Untungnya pantai yang saya kunjungi ini nggak padat-padat amat saat itu :D

    Saya kira keluarga teman saya ini tidak mengetahui bahwa saya sedang berulang tahun hari itu, makanya saya woles saja. Eh, ternyata, sampai di pantai dan udah pada santai-santai dan makan, semuanya pada ngucapin selamat ulang tahun, hahaha. Kaget. Apalagi waktu pulang ke rumah, malamnya malah dapat kejutan dari keluarga sendiri, yang tetiba pada masuk kamar bawain roti donat dan terang bulan mini. Belum lagi ucapan-ucapan yang masuk lewat chat dan media sosial yang baru saya buka dan saya balas satu per satu setelah mengaktifkan ponsel. Bersyukur masih dikelilingi dengan orang-orang baik.

    Roti dari orang rumah, hahahahah

    Dapat kiriman roti dari teman sehari setelah hari ulang tahun HAHAHAHAHA, duh. Berasa apaan gitu~

    Dua puluh lima tahun. Umur yang dulunya saya gadang-gadang akan menjadi umur ‘emas’ bagi saya dengan pencapaian ini itu, sesuai dengan mimpi yang pernah saya tuliskan.

    Namun nyatanya, masih jauh. Jauh sekali. HAHAHAHAHAHA.

    Masih menjalani hidup yang ‘gini-gini’ saja. Masih belum mencapai mimpi yang begini dan begitu, masih dengan status single, yang, kata banyak orang, umur dua puluh lima ini harusnya memiliki seseorang dan menikah (bahkan teman sepantaran saya sudah ada yang menuju memiliki dua anak!). Hahahaha.

    Setahun belakangan menuju dua puluh lima tahun ini malah justru merupakan titik balik bagi saya pribadi. Saya belajar banyak hal, khususnya mengenal lebih dalam tentang diri sendiri, apa yang menjadi batas pada diri saya, hal-hal yang bisa saya toleransi dan tidak, lebih jujur terhadap diri sendiri bahwa saya manusia yang tidak sempurna masih banyak salah dan khilafnya, manusia yang masih terus menerus belajar karena kapasitas ilmu masih terbatas. Lebih fokus terhadap diri sendiri, lebih menghargai proses diri sendiri.

    Mengakui bahwa sedang tidak baik-baik saja juga salah satu hal yang saya pelajari banyak setahun belakangan. Membiarkan sedih datang tanpa menolak maupun mengelaknya karena itu merupakan emosi yang wajar yang dirasakan manusia. Its okay not to be okay, tidak perlu malu untuk mengakui bahwa diri sendiri sedang tidak baik-baik saja hehehe. Yang saya lakukan jika saya sedang tidak baik-baik saja biasanya untuk diam, memilih menghindar dan menghilang sejenak hahahaha (tipikal zodiak cancer sekali!). Pokoknya berusaha untuk mengontrol diri sendiri agar tidak merepotkan orang lain atas kesedihan saya haha (selama bisa saya hadapi sendiri, sih).

    Setahun terakhir sebelum memasuki seperempat abad ini lebih belajar banyak untuk menerapkan hidup penuh kesadaran di sini-kini alias mindfulness, terutama saat situasi pandemi ini. Belajar lebih menyadari dan fokus melakukan ini itu, agar tidak berpikir tiba-tiba waktu sudah terlewati begitu saja hahaha. Masih harus banyak belajar hingga sampai saat ini.

    Belajar untuk mindful living ini juga bebarengan dengan belajar hidup minimalis, sih. Kesadaran akan menjalani hidup ternyata berpengaruh juga kepada pengendalian diri saya, utamanya tentang berbelanja hahaha. Lebih sadar untuk berbelanja sesuai kebutuhan, bukan hanya sekadar lapar mata atau mengikuti tren saja. Hahaha. Meski juga terkadang masih khilaf melipir beli ini itu (terutama makanan, hahahaha).

    Satu dari sekian hal yang saya dapatkan setahun belakangan menuju dua puluh lima tahun selanjutnya adalah menyadari diri bahwa setiap orang memiliki jalannya masing-masing, yang tidak bisa dibandingkan satu sama lain. Jalan saya berbeda dengan jalan teman saya yang lain. Pencapaian saya tentu saja juga berbeda, yang tentunya tidak bisa dibandingkan karena tingkat pemahaman dan pengalaman setiap manusia itu berbeda.

    Menyadari bahwa tidak ada yang salah untuk memulai hal baru dari awal dan belajar hal baru, meski umur sudah kepala dua plus-plus hahaha. Bahkan saya sendiri masih ingin belajar memulai bisnis baru dan belajar ini itu, meski mungkin banyak yang bilang terlambat, hahaha. Tak apa, bukankah manusia sendiri itu dinamis dan terus berkembang pola pikir dan sudut pandangnya? Hihi.

    Beberapa hal yang saya rasakan juga ialah semakin sedikitnya lingkaran pertemanan. Betul saya semakin bertambah relasi, tapi hanya sebatas kenal dan say hello saja. Saya sendiri hanya memiliki lingkaran pertemanan yang itu itu saja, haha. Entah mengapa semakin berumur lingkaran pertemanan malah makin sempit, bahkan saya lebih sering sendiri ke mana-mana daripada dengan teman. Dan ternyata, lebih nyaman. Kapan-kapan akan saya bahas di postingan lain tentang rasa nyaman sendirian ke mana-mana.

    Lebih menikmati masa sendiri, tidak iri dengan status orang lain yang ‘sold out’ terlebih dahulu, ikut bahagia tanpa bertanya juga pada diri sendiri, ‘Aku kapan ya?’. Sebuah pencapaian pribadi, yang, saya pikir saya tidak bisa ada di titik ini namun ternyata saya justru malah lebih menikmati masa-masa single tanpa pasangan seperti sekarang ini. Belum terpikir lagi tentang pernikahan, malah. Hahaha. Entah sampai kapan, yang jelas, sekarang saya menikmati masa-masa sendiri ini.

    Foto diambil 3 hari setelah hari ulang tahun yang tetiba diajak main ke pantai yang ada di Blitar lagi hahaha. Oh iya, protokol kesehatan tentu saja saya terapkan ketika ke pantai. Abis foto langsung pake masker lagi. Selamat menghadapi dua puluh lima, hai kamu yang ada di foto!

    ----------------------------------

    Selamat menghadapi dua puluh lima, diri sendiri! Entah apapun nantinya yang akan dihadapi di umur ini, semoga Tuhan selalu memberi kekuatan pada diri ini. Semoga diberikan sehat dan bahagia selalu. Semoga makin hadir di sini-kini, makin fokus pada hidup sendiri, makin bertumbuh pola pikir dan sudut pandangnya, dan tetap waras. Hihihi.

    Adakah pesan-pesan dan nasihat dari teman-teman untuk saya dalam menikmati dan menjalani usia dua puluh lima tahun ini? Silakan tuliskan di kolom komentar, ya! ^^




    Love,



    Andhira A. Mudzalifa

    Continue Reading


    Akhirnya saya kembali menjadi diri saya sendiri!


    Bukan. Bukan karena saya sedang bepergian jauh. Tapi saya merasa, saya kembali mantap untuk menulis di blog yang tidak hanya diwarnai dengan tentang kedai kopi dan jalan-jalan lagi, yang akhir-akhir ini terlalu banyak mewarnai postingan saya di blog ini (meskipun itu bukan hal yang salah sih sebenarnya, tapi rasanya ada yang ngganjel  gitu).

    Semuanya bermula saat saya kembali melakukan blogwalking alias berkunjung ke blog-blog orang lain. Awalnya saya mendapat tautan blog ketika membaca tweet dari Blogger Perempuan yang posting tentang tautan postingan salah satu member dari Blogger Perempuan. Entah mengapa saya tertarik untuk membukanya, padahal saya sudah lama tidak melakukan ritual blogwalking. Biasanya, saya hanya berkunjung ke blog teman-teman yang sudah saya kenal sebelumnya hahaha. Anggap saja ini mungkin memang sudah menjadi takdirnya :D

    Blogger pertama yang saya kunjungi adalah blog dari Mbak Lia, karena tautan yang diposting oleh Blogger Perempuan yang ini. Saya baca ceritanya dari awal hingga akhir, dan meninggalkan jejak komentar di postingan Mbak Lia. Kemudian saya stakling membaca tulisan-tulisan Mbak Lia yang lain dan tertarik dengan tulisan-tulisan Mbak Lia, terutama tulisan tentang Mindfulness dan Minimalism Journey, yang menjadi fokus hidup saya belakangan ini. Mbak, aku pengagum barumu :D

    Kemudian saya menemukan blogger-blogger lainnya dari komentar di postingan blog Mbak Lia dan langsung blogwalking. Saya merasa menemukan ‘jiwa blogging’ saya kembali, setelah sekian lamanya hanya menulis saja tanpa singgah dan komentar ke blog-blog lainnya.

    Ada Mbak Eno yang terkenal dengan CREAMENO-nya (lucu banget ternyata itu bukan nama aslinya! Hahaha. Kaget pula ketika tahu asal usul namanya), yang suka berbagi thoughts yang menambah inspirasi. Ada pula Mbak Jane Reggievia, yang ku suka sekali dengan tulisan-tulisan beliau tentang sharing kehidupan. Ada Mas Anton Ardyanto, yang berbagi cerita mengenai kehidupan dan hal-hal lainnya. Ada Mbak Astria Tri Anjani, Mbak Gustyanita Pratiwi, dan Mbak Reyne Raea, yang juga suka sharing-sharing mengenai cerita kehidupan (yang mana saya salut sekali sama Mbak Rey ini bisa konsisten untuk posting setiap hari!). Dan masih banyak blogger lainnya lagi sebenarnya, yang kesemuanya baru saya stalking beberapa hari belakangan ini.

    Semua blogger ini rata-rata memiliki benang merah yang sama. Menulis tentang cerita keseharian, yang dekat dengan kegiatan sehari-hari, tanpa tema yang ndakik-ndakik alias tanpa tema yang terlalu ‘wah banget’, yang ditulis dengan bahasa mengalir yang menyenangkan sekali jika dibaca :') (dan semuanya pada ramah banget, semua komentar yang saya tinggalkan dibalas semua!)

    Saya jadi teringat masa-masa dimana pertama kalinya menulis di blog sekitar 10 tahun lalu, saat masih berseragam putih biru alias masa SMP. Cerita yang saya bagikan saat itu masih seputar tentang banyaknya tugas sekolah, tentang ekstrakurikuler, tentang sekolah, curhat masalah apa saja, pokoknya ditulis. 

    Saat itu menulisnya sangat menikmati banget sih, kayak nulis di buku harian, tapi online. Belum kepikiran jika alay atau apa, karena pada saat itu blog yang saya ikuti kebanyakan juga menulis dengan tipe yang sama, berbau curhat. Entah mengapa malah tulisan seperti itu membuat saya senang, gitu. Terasa lebih dekat dengan mereka, walaupun belum pernah bersua, haha.

    Hingga menginjak di tahun 2015, saya mulai mengubah gaya saya menulis dan tema yang saya tulis. Menghapus postingan alay berbau curcol saat SMP (yang sungguh saya sesali sampai saat ini, hiks), dan mulai mengurangi postingan-postingan berbau curhat (meski sesekali masih ada hahaha).

    Saya sempat merasa apa yang saya tulis itu tidak terlalu penting, apalagi postingan yang berbau curhat. Ketika akan menulis, saya berpikir dua kali, hingga pada akhirnya tidak jadi ditulis. Hal yang saya rasakan adalah ketakutan. Takut jika dipandang alay, takut dibatin orang, ‘Masa cerita kayak ginian aja ditulis di blog, sih?’, hingga takut jika apa yang dibagikan tidak cukup bermanfaat.

    Didasari dengan pikiran seperti itulah sejak tahun 2015 saya mulai mem-filter tentang tulisan yang akan saya bagikan. Semuanya tidak jauh-jauh dari tutorial, kedai kopi, kafe, tempat wisata, dan mengikuti blog challenge. Jarang posting tentang cerita kehidupan sehari-hari, yang mana hal itu yang harusnya lebih sering untuk dibagikan (karena namanya aja blog pribadi ye kaaann~~~). Tulisan saya tentang thoughts biasanya menunggu momen yang pas, karena setakut itu untuk memosting. Huhu.

    Sebenarnya sah-sah saja kok ketika lebih sering menulis tempat wisata maupun review tempat baru. Tapi lama kelamaan, saya dituntut oleh diri saya sendiri untuk menjadi budak konten, di mana ketika mendatangi sebuah tempat baru harus mencari konten, mencari bahan-bahan baru untuk ditulis menjadi pengisi blog saya. Ternyata cukup melelahkan. Tidak menjadi diri saya sendiri.

    Pernah saya kehilangan semangat menulis ketika tidak ada konten tempat kopi atau wisata baru yang bisa diulas, hingga saya tidak menulis apapun. Posisi saya saat itu masih belum menyadari bahwa banyak hal yang dekat dengan sehari-hari yang bisa dijadikan inspirasi untuk menulis, selain tentang kopi dan tempat wisata.

    Dan di pertengahan tahun ini, setelah saya kembali melakukan blogwalking ke teman-teman blogger baru, saya merasa bahwa semua hal bisa dijadikan tema untuk menulis, tidak hanya mengulas tempat wisata maupun kedai kopi saja. Hal-hal yang dekat dengan keseharian (yang tema ini sempat saya tinggalkan karena merasa aneh dan takut di-judge banyak orang, padahal banyak sekali hal yang ingin saya bagikan),  jurnal pribadi, bahkan curhat pun justru menjadi cerita menarik tersendiri (asal bukan cerita yang terlalu pribadi dan aib, loh).

    Terima kasih kepada teman-teman blogger yang telah menyadarkan saya (meski banyak dari mereka pun tidak pada menyadari hahaha) untuk tidak takut menulis diluar ulasan-ulasan tempat wisata maupun kedai kopi! Semoga dengan ditulisnya postingan ini akan benar-benar menjadi batu loncatan bagi saya pribadi untuk ‘mengembalikan tema cerita blog saya yang dulu, mengenai kehidupan dan hal-hal yang dekat dengan keseharian’ (tentunya dengan tidak menghilangkan postingan saya mengenai ulasan tempat-tempat hehehe) .

    Dan tentu saja semoga saja bisa rutin untuk terus posting (dan rutin blogwalking ke teman-teman blogger juga!). Hihihi.

    Jadi penasaran dengan cerita teman-teman blogger lainnya. Kira-kira, apa alasan teman-teman memutuskan untuk membuat blog dan rutin untuk menuliskan segala cerita? Yuk, cerita di kolom komentar! :D




    Menulis dengan perasaan lega,



    Andhira A. Mudzalifa
    Continue Reading

    Kembali ke kampung halaman setelah lulus kuliah memang sudah saya pikirkan (cukup) matang ketika duduk di bangku perkuliahan. Entah apa yang merasukimu mendasari saya memutuskan untuk pulang kampung dan memilih untuk bekerja dan berkarya di kota sendiri. Sepertinya karena saya ingin meneruskan usaha yang saya rintis sejak duduk di tahun akhir SMA, kemudian berlanjut mulai menyusun rencana apa-apa saja yang nantinya akan saya lakukan ketika memutuskan untuk tidak merantau lebih jauh lagi melainkan memilih untuk pulang kampung. Ehe.

    Tidak terasa sudah hampir tiga tahun ini saya kembali hidup di Blitar dan menjalani asam manisnya tinggal di Bumi Proklamator ini. Memang saya sedari kecil hingga sekolah menengah saya menghabiskan hidup di Blitar, tapi saya merasa baru benar-benar merasakan hidup di Blitar setelah lulus kuliah sekitar tiga tahun lalu (karena baru mulai menjelajah Blitar tuh setelah lulus kuliah. Kalau jaman sekolah dulu masih cupu, belum berani ke mana-mana hahaha).

    Kehidupan di Blitar

    Meski banyak yang mengatakan bahwa Blitar menjadi kota pensiunan alias menjadi tempat istirahat saat tua nanti, tapi menjalani kehidupan di Blitar saat usia produktif seperti saya ini sejauh ini cukup menyenangkan. Lebih dekat dengan orangtua adalah satu dari sekian banyak hal yang saya rasakan ketika memilih untuk pulang kampung. Lebih mudah untuk mengawasi beliau berdua. Rasanya lebih lega gitu, ketika mengetahui kedua orangtua masih dekat. Eheheh.

    Biaya hidup di Blitar sejauh ini juga relatif murah. Saya sendiri masih tinggal dengan orangtua, jadi pengeluaran saya hanya sebatas untuk jajan, main, beli pulsa, dan belanja skincare maupun makeup. Sesekali juga mencoba membeli makan di luar yang biayanya cukup terjangkau, mulai dari 5 ribu rupiah saja sudah bisa mendapat nasi dengan lauk dan sayur. Sedangkan untuk biaya ngekos (yang sempat saya tanyakan ke teman-teman saya yang merantau di Blitar), biaya kos di Blitar juga termasuk murah. Dibandrol dengan harga mulai dari 200-250 ribu, sudah bisa mendapat kos-kosan di Blitar.

    Cuaca yang sejuk, tidak panas menyengat, dan bebas macet adalah hal yang saya sukai ketika hidup di Blitar. Saya paling nggak bisa hidup di tengah kemacetan, karena mood saya gampang ambyar hahaha. Dulu waktu merantau di Surabaya juga macet sih, tapi macetnya ya nggak terlalu parah. Kebetulan juga waktu kuliah juga nggak terlalu suka ke mana-mana, hanya kampus ke kos kampus ke kos aja, jadi nggak terlalu sering menghadapi macet yang bikin pusing wkwkwk.

    Untuk cuaca sendiri, saya sendiri lumayan betah jika panas (karena sudah cukup terlatih di Surabaya). Akan tetapi ya gitu, kalau lagi mood buruk ya ngamuk juga kalau gerah hahaha. Alhamdulillah, sejauh ini di Blitar cuacanya bikin betah. Nggak bikin saya harus standby di depan kipas angin melulu. Malah sepoi-sepoi sejuk banget, bikin nyaman (seperti pelukannya dia, eh) mueheheh.

    Masyarakat di Blitar juga ramah-ramah. Sejauh ini belum pernah saya temui ada berita tentang masyarakat Blitar yang tidak ramah dengan sekitarnya, bahkan saya menilainya terlalu ramah! Hahaha. Atau sayanya sendiri yang cukup terbuka dan suka berinteraksi dengan orang lain? Entahlah, menurut saya orang Blitar ini ramahnya top, deh. Apalagi masyarakat yang di desa. Heheheu.

    Kehidupan seputar Blitar sempat saya rangkum sedikit dalam bingo yang iseng-iseng saya buat di bawah ini, yang banyak teman-teman saya mengatakan bahwa cukup relate dengan template yang saya buat hahaha :D


    Bingo ala-ala Cah Mblitar yang iseng saya buat :D

    Hiburan dan Wisata di Blitar

    Meski Blitar merupakan kota kecil, tapi cukup banyak juga hiburan yang ada di kota damai yang membuat nyaman ini. Mulai dari hiburan ala kota metropolitan seperti mall (Blitar Square), bioskop (CGV Blitar Square), hingga tempat wisata seperti ruang terbuka hijau, pantai, dan tempat wisata buatan lainnya.

    Saya baru mulai menjelajahi tempat wisata yang ada di Blitar semenjak lulus kuliah. Lebih tepatnya lagi sekitar tahun 2018, setelah momen patah hati akibat diputus tanpa alasan jelas HAHAHAHA uups curhat (memilih membuang energi patah hati untuk jalan-jalan daripada menangis tidak jelas, meski kadang-kadang juga nangis kalau keingetan). Dimulai dari mendatangi Kebun Teh Sirah Kencong bersama sahabat saya, kemudian berlanjut menjelajahi wisata-wisata Blitar yang lain hampir setiap minggunya.

    Penjelajahan tentang wisata Blitar semakin menjadi-jadi tatkala saya kenal dengan pakar-pakar wisata Blitar, Mas Pandu Aji Wirawan dan Mbahkung Hary Segocontong, yang tak sengaja bertemu dan berkenalan di kedai kopi Ruang Tuang (yang kini menjadi kedai kopi favorit saya yang ada di Blitar). Menjelajahi wisata Blitar dengan beliau-beliau ini dari satu tempat ke tempat lainnya ternyata super seru, loh! Karena selain saya makin tahu tempat wisatanya, saya juga semakin tahu cerita-cerita di balik wisata-wisata lain yang ada di Blitar Raya. Hihihi (*colek-colek beliau-beliau ini kapan mau jalan-jalan lagi huhu).



    Keliing Blitar bersama 'pakar-pakarnya' wisata Blitar, Mas Pandu Aji Wirawan dan Kung Hary Segocontong. Foto diambil dari Facebook Kung Hary, mueheheh :D

    Saya sering mengabadikan jalan-jalan keliling wisata Blitar ini dalam bentuk instagram story atau postingan di blog. Alasan utamanya adalah memperkenalkan wisata-wisata Blitar, yang kebanyakan orang tidak terlalu banyak tahu (banyak orang yang hanya tahu wisata Blitar itu-itu aja, heu). Dari yang awalnya saya iseng posting gambar saja, kemudian saya bercerita melalui tulisan tentang perjalanan saya menjelajahi wisata ini.

    Hasilnya, banyak orang yang bertanya tentang wisata yang selalu saya upload di instagram story. Bahkan ada yang menganggap saya sebagai salah satu admin akun wisata yang paling hits di Blitar HAHAHAHA. Padahal sama sekali bukan. Saya murni membawa nama saya pribadi ketika jalan-jalan keliling tempat wisata Blitar ini, sih. Senang ketika mulai banyak orang yang mengetahui tempat-tempat wisata Blitar, yang nggak hanya itu-itu saja. Ehe.

    Beberapa waktu lalu saya iseng merekap tempat-tempat wisata yang ada di Blitar dan membaginya per kecamatan, agar lebih gampang jika berkunjung dari satu tempat ke tempat yang lain (yang masih berdekatan karena masih dalam satu kecamatan). Sebagian besar sudah saya kunjungi, hanya beberapa tempat saja yang belum ehehehe. Postingan lengkapnya nanti akan saya bagi di google drive, yang link lengkapnya akan saya bagikan di akhir postingan :D






    Sebagian daftar wisata yang ada di Blitar yang saya buat. Postingan selengkapnya ada di instagram saya, atau juga bisa di-download di google drive yang link-nya saya taruh di bawah :)

    Dunia Perkulineran Blitar

    Berbicara tentang dunia kuliner di Blitar, banyak macam kuliner yang bisa ditemukan di Blitar. Pecel dan pleret, adalah dua dari sekian banyak makanan legendaris khas Blitar yang sudah melanglang buana ke mana-mana.

    Saya dulunya tidak terlalu banyak mencoba sana-sini, karena sudah terbiasa untuk makan masakan rumah alias masakan Ibu. Jadi ketika ditanya tentang makanan sana-sini, tidak terlalu paham, kecuali jika memang tempat-tempatnya sudah terkenal.

    Tapi semua itu berubah ketika Aang menghilang seiring dengan dimulainya saya untuk menjelajah keliling wisata yang ada di Blitar. Entah bagaimana awalnya, tiba-tiba saya jadi coba-coba keliling satu kuliner ke kuliner lainnya, mulai dari sekadar camilan, makanan berat, hingga dunia perkopian dan tongkrongan anak muda yang ada di Blitar. Mencoba mencicipi makanan selain masakan rumah.

    Tentu saja kegiatan ini juga saya abadikan pada postingan instagram story, sesekali (jika ada niatan lebih) saya tulis di blog. Jebul ndilalahnya banyak teman-teman yang bertanya tentang makanan yang saya unggah di media sosial, hingga tak jarang juga meminta rekomendasi kuliner Blitar untuk berkencan bersama pasangan masing-masing. Sigh~

    Sempat juga membuat semacam bingo ala-ala tentang dunia kuliner Blitar, mulai dari camilan, lalapan, bakso, mie, hingga kedai kopi dan kafe  yang ada di Blitar. Meskipun tidak tertulis semuanya karena ini juga berdasarkan tempat yang sudah saya kunjungi, tapi banyak orang mengatakan sudah cukup mewakili. Bahkan ada juga yang menjadikan bingo ini sebagai refrensi kuliner HAHAHAHA. Ya nggak papa, terserah saja~






    Template bingo kuliner ala-ala yang saya buat. Kamu pernah nyobain yang mana aja?

    --------------------------------------------------------------------

    Semoga bisa menjadi gambaran teman-teman seputar Blitar yang masih sedikit saya tuliskan ini. tentang Masih banyak hal tentang Blitar yang ingin saya jelajahi, masih banyak hal yang ingin saya kulik tentang kota dimana saya dibesarkan. Semoga diberi panjang umur dan rezeki :D
    Yuk, main-main ke Blitar!

    Seluruh template bisa di-download di sini




    Love,



    Andhira A. Mudzalifa
    Continue Reading


    Jauh sebelum Lebaran tiba, di tengah pandemi yang tengah berlangsung beberapa bulan belakangan (bahkan sebelum Ramadan tiba), saya pernah mengucapkan doa semoga pandemi COVID-19 ini berakhir sebelum Ramadan tiba (karena pemerintah juga memperkirakan bahwa pandemi ini bisa berakhir sebelum Ramadan. Maksimal Ramadan akan berakhir, lah). Jebul ndilalah malah lebih parah. Kurva pasien COVID-19 terus merangkak naik, meski angka kematian sekarang nilainya lebih kecil daripada angka sembuh yang terus bertambah.

    Tentu saja hal ini membuat saya merasa cukup sedih. Terlebih dengan kebijakan-kebijakan pusat yang sering membuat pusing kepala hingga berpikir, “Halah mbuh sakarepmu.” Merasa doa-doa saya selama ini tidak didengarkan olehNya. Tapi mau bagaimana lagi? Sudah jalan takdirnya 2020 harus berjalan seperti ini. Heu.

    Apa kabar saya saat menjalani Ramadan di tengah pandemi?

    Kabar baik. Meski terkadang cukup parno jika sudah batul-batuk kecil dan wahing atau bersin, padahal bersinnya gegara alergi udara pagi. Masih juga bisa bersantai menikmati waktu di rumah, meski sesekali juga merindukan ngopi nongkrong di luar bersama teman-teman. Masih juga dengan kabar mencintai si dia secara diam-diam.

    Ya, intinya, meski pandemi ini cukup mengganggu rutinitas dan kehidupan sehari-hari, tapi tetap ada hal yang disyukuri seperti intensitas berkumpul dengan keluarga yang makin banyak, tidak kelayapan ke mana-mana, dan tentunya lebih irit makeup maupun skincare, terutama gincu alias lipstik. Sebuah hal yang sepatutnya disyukuri di tengah pandemi.

    Menjalani Ramadan kali ini sebenarnya hampir sama seperti Ramadan tahun-tahun sebelumnya. Tetap diisi dengan berpuasa penuh sampai magrib. Hanya saja tidak lagi terdengar bisik-bisik wacana buka bersama yang selalu ramai hingga terjadi gontok-gontokan di grup WhatsApp. Tidak lagi iseng jalan-jalan cari takjil di Pasar Ramadan seperti yang selalu saya lakukan hampir setiap tahun (dan menjadi ajang pencarian jodoh).

    Lebaran Tetap di Rumah Aja? Siapa Takut!

    Menjelang hari raya Idulfitri di tengah berlangsungnya pandemi, sudah terdengar desas-desus bahwa Lebaran tahun ini akan ditunda, berbeda dari Lebaran-lebaran sebelumnya. Kemungkinan besar tidak ada salat Idulfitri, tidak ada ajang silaturahmi, tidak ada icip-icip jajan tetangga, tidak ada kegiatan bagi-bagi THR yang selalu dinanti, dan tidak ada ajang tebar pesona juga.

    “Riyoyo ra nggoreng kopi, madep mejo ora ono jajane.” Sepertinya parikan jawa yang biasa Bapak nyanyikan di setiap Idulfitri akan menjadi kenyataan di tahun ini. Hanya saja, selain tidak ada jajan yang disuguhkan, juga tidak akan ada tamu berkunjung ke rumah dikarenakan adanya imbauan untuk tidak berkeliling silaturahmi mengunjungi tetangga, teman, maupun sanak saudara. Mas Calon juga sepertinya gagal bertamu ke rumah untuk tahun ini.

    Sedih tentunya harus tetap stay di rumah saat hari yang ditunggu-tunggu setiap tahunnya. Mengingat seringnya hanya bisa berkunjung ke rumah sanak saudara hanya waktu Lebaran saja. Tapi keputusan sudah menjadi keputusan, dan semoga ini menjadi keputusan yang terbaik guna memutus rantai penyebaran COVID-19.

    Semoga penjagaan diri kita semua ini tidak sia-sia (meskipun ada masyarakat yang bebal tetap ke luar rumah dan berjubelan untuk membeli pakaian dan belanja baju). Semoga pandemi ini segera berakhir, diberi kemudahan untuk melaluinya, dan tetap diberi sehat dan bahagia. Semangat hingga menggapai kemenangan!

    Lebaran tetap di rumah aja? Siapa takut!

    Ah, ya. Meski Lebaran kali ini di rumah saja, tapi kalau ada yang memberi saya sangu, monggo kerso loh. Nggak bakal nolak~

    -----------------------------------------------------

    Ditulis guna memenuhi tantangan dari Blogger Perempuan Network
    30 Day Ramadan Challenge BPN




    Love,



    Andhira A. Mudzalifa

    Continue Reading


    Lebaran belum terasa Lebaran jika tradisi yang satu ini tidak dilaksanakan. Tradisi mudik sepertinya sudah menjadi agenda tahunan setiap kali Lebaran tiba. Menjadi salah satu parameter kesuksesan kinerja menteri perhubungan setiap tahunnya. Apakah makin baik atau makin slendro. Eheu.

    Kendati saya tidak pernah merasakan euforia mudik dikarenakan kampung halaman kedua orangtua saya yang sama-sama berada di Blitar (hanya berbeda lokasi kota dan kabupaten), tapi saya senang melihat berita-berita mengenai dunia permudikan ini melalui televisi (saat saya kecil, hingga beberapa tahun lalu sebelum tragedi rusaknya televisi saya HAHAHA) dan juga update-an teman-teman di media sosial.

    Ah, ya. Saya sepertinya pernah merasakan euforia mudik menjelang Lebaran ini ketika saya masih kuliah. Touring dari Surabaya bersama teman-teman kuliah satu Karesidenan Kediri (Tulungagung, Kediri), hahaha. Tapi menurut saya itu kurang greget aja, sih. Karena tidak sampai mengalami macet hingga berjam-jam dan nggak merasakan sensasi mudik yang sebenarnya wakakaka.

    Hingga saya pernah berangan-angan untuk memiliki suami yang bekerja di luar kota (hanya kerjanya aja yang di luar, tapi berasal dari kota yang sama biar nggak bingung kudu mudik ke mana wakakaka), agar bisa merasakan mudik setiap tahunnya. Mengalami deg-degannya mudik, berdebat kecil memilih mudik di rumah ibu sendiri atau mertua, berebut tiket Lebaran (tapi saya berdoa semoga diberi kemudahan membeli kendaraan sendiri agar tidak merasakan gontok-gontokan rebutan tiket hehe aamin!), persiapan menjelang mudik, belanja ini itu untuk Lebaran...

    Oke, angan-angannya cukup sampai disini dulu. Takut kebablasan.

    Fenomena mudik sendiri menjadi momen yang cukup sentimentil, dimana orang-orang yang lama merantau kembali ke kampung halamannya beberapa hari. Melepas rindu kepada orang-orang tersayang yang ditinggalkan di kampung halaman, nostalgia ke tempat-tempat di mana menghabiskan waktu saat kecil, bertemu keluarga besar yang ternyata sudah tumbuh dewasa dan menua (yang terkadang melontarkan pertanyaan yang ngadi-ngadi aje). Beginilah kiranya yang saya tahu tentang mudik. Ehe.

    Menjelang hari raya tahun ini, sepertinya agenda yang satu ini harus ditunda dahulu, dikarenakan adanya wabah pandemi yang berimbas pada imbauan pemerintah untuk tetap #DiRumahAja dan tidak mudik untuk sementara. Ini bertujuan agar virus COVID-19 tidak meluas dan utamanya untuk memutus rantai penyebaran virus ini.

    Imbauan pemerintah daerah saya untuk tidak mudik yang sudah terpampang nyata
    Saya rasa, ini adalah langkah yang sangat tepat. Karena kebanyakan kasus positif merupakan imported case, alias kasus yang berasal dari luar (begitu pula beberapa kasus positif yang ada di Blitar). Membatasi jumlah pendatang atau meniadakan pendatang masuk ke kota, merupakan cara yang paling efektif untuk memutus rantai penularan. Menyelamatkan teman, saudara, dan keluarga yang ada di kampung agar tidak tertular.
    Memang berat tidak bisa mudik ke kampung halaman. Apalagi menjelang hari raya yang seharusnya bisa berjumpa dan melepas rindu dengan keluarga. Namun, mencegah lebih baik daripada mengobati, bukan? Apalagi penyakit ini bukan penyakit yang main-main.
    Sayangi keluarga di rumah. Lindungi mereka. Dengan cara tidak mudik untuk sementara. Kendati kita merasa badan kita sehat, tapi kita sendiri juga tidak tahu apakah kita menjadi carrier alias pembawa virus apa tidak. Memilih untuk berjaga-jaga tidak mudik lebih baik, bukan?
    Semoga kita semua dijaga dan dilindungi dari virus COVID-19 ini. Tetap jaga kesehatan di manapun berada, ya. Selamat mempersiapkan Idulfitri bagi yang merayakan. Semoga keadaan lekas membaik dan bisa berjumpa kembali dengan keluarga tercinta :)


    Mudik, Yes or No? 

    Kalau saya sih, NO. Untuk tahun ini. Nggak tahu kalau Mas Anang~

    -----------------------------------------------------

    Ditulis guna memenuhi tantangan dari Blogger Perempuan Network
    30 Day Ramadan Challenge BPN



    Love,



    Andhira A. Mudzalifa

    Continue Reading


    Semenjak memasuki umur 20-an ke atas, saya menyadari jika perasaan dan masalah yang dihadapi dalam hidup akan semakin kompleks. Masalah yang datang tidak hanya berupa hubungan asmara saja. Melainkan karir, kehidupan, dan permasalahan-permasalahan hidup lainnya.

    Tujuh bulan menjalani usia dua puluh empat tahun, tidak terlalu ada masalah yang pelik. Rata-rata hanya berputar di masalah “Kapan”, yang semakin lama saya semakin gambling sekali untuk menjawabnya HAHAHA. Sempat saya bahas di postingan pembuka series #CatatanDuaEmpat , karena pertanyaan “Kapan” ini bagi saya lumayan membuat nganuh. Ehe.

    Baca: #CatatanDuaEmpat: “Kapan Kamu Nikah?”

    Justru itulah ternyata yang menjadi masalahnya. Saking wolesnya saya menjalani hidup, ada satu waktu dimana hidup saya benar-benar kosong. Menjalani hidup hanya sebatas mengikuti arus, tidak ada gregetnya. Benar-benar merasa hidup segan mati tak mau, karena merasa diri ini nggak berguna sama sekali.

    Akibatnya, saya melakukan salah satu hal yang saya hindari sebelum-sebelumnya yaitu membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Mulai minder dengan segala pencapaian-pencapaian yang orang lain capai. Krisis kepercayaan diri, rasa cemas yang berlebihan, overthinking, hilang arah dan tujuan hidup menjadi makanan selama beberapa minggu terakhir ini.



    Efek dari ini semua adalah, saya menjadi cukup tertutup. Lebih memilih untuk menghabiskan waktu di rumah daripada kumpul nongkrong bersama teman-teman (selain alasan bokek, sih. HAHAH). Susah dihubungi kalau bukan benar-benar teman yang dekat dengan saya. Me-mute story beberapa teman, yang belum pernah saya lakukan sebelumnya. Yap, karena se-minder itu.

    Sempat saya tidak percaya jika diri saya mengalami quarter life crisis, karena saya merasa hidup baik-baik saja selama ini. Tapi ternyata, perasaan “merasa” itu ternyata membunuh saya. Quarter life crisis sungguh nyata adanya. Dan tentunya,  setiap orang mengalami krisis yang berbeda-beda.

    Beberapa hari yang lalu, sempat saya bertemu dengan satu teman saya yang memberikan insight-nya atas keresahan yang saya alami belakangan ini. Dia berkata,

    “Sekali-kali, bikin tantangan pada dirimu sendiri. Hidupmu tuh kalau tak lihat lihat kayak nggak ada gregetnya sama sekali. Ya buat tantangan kecil-kecilan aja, satu bulan ini targetmu harus ngapain. Biar kamunya semangat buat ngejalani hidup, tapi nggak usah ngoyo-ngoyo amat.”

    Seketika saya langsung tersadar. Memang benar sih, dalam beberapa tahun terakhir ini saya tidak banyak mengatur target harus begini harus begitu (karena sedikit trauma HAHA). Eh, jatuhnya malah menjadi bumerang bagi saya pribadi. Mana saya anaknya gampang bosan, pula. Heuheu.

    Kejadian ini membuat saya harus menata diri saya kembali. Belajar mengenali diri sendiri kembali, evaluasi, membuat skala prioritas (lagi), mulai kembali set target dan tujuan yang jelas agar hidup tidak hilang arah lagi. Heu. Semangat.

    -------------------------------------------------------------------------

    Menghadapi quarter life crisis di umur-umur menjelang dua puluh lima memanglah sebuah tantangan untuk diri sendiri. Setiap orang memiliki masalah dan krisis hidupnya sendiri-sendiri, yang tentu saja tidak bisa dibandingkan satu sama lain.

    Menjadi sebuah pengingat untuk diri sendiri, bahwa hidup bukan ajang kompetensi. Bukan ajang saling membandingkan antara satu dengan yang lain. Hidup adalah sebuah perjalanan, yang selalu ada pasang surutnya. Ada waktunya untuk lari, ada waktunya istirahat, ada waktunya pula untuk berjalan santai.

    Its okay not to be okay. Tidak apa-apa jika bersedih. Tidak apa untuk mengeluh. Ketika quarter life crisis ini melanda saya, tak satu dua kali saya menangis karena merasa hidup saya useless sekali. Tak sekali dua kali saya sambat ini itu. Tidak apa. Wajar.

    Pelan-pelan saja. Berproses. Besok mungkin akan sampai pada tujuan.

    Yok, semangat untuk bangkit lagi, yok!




    Peluk jauh,


    Andhira A. Mudzalifa
    Continue Reading
    Older
    Stories

    Holla!

    Untitled-design-2

    Saya Andhira A. Mudzalifa, seorang perempuan biasa di balik semua postingan di blog ini yang suka bercerita, makan, dan jalan-jalan.

    Menyibukkan diri di Aderation Project, Dapoer Eco, dan Kerja Sama Kirana.

    Untuk menyapa lebih lanjut, bisa menghubungi lewat surel di andhira(dot)dee(at)gmail(dot)com

    Terima kasih telah mampir ke tempat di mana saya menuangkan segala cerita! Selamat membaca dan menikmati :)

    Temukan Saya Di

    • facebook
    • instagram
    • twitter

    Teman-teman

    Label

    #AyoNulis #BPNRAMADAN2024 #BPNRamadan2020 #BPNRamadan2021 #CatatanDuaEmpat #DiRumahAja Aderation Project Beauty Bodycare Cooking Crafting DIY Informasi Jelajah Blitar Journey Jurnal Tahunan Kafe Kuliner Life Lovely Place Makeup Pantai Blitar Rekomendasi Review Scarlett Smartfren Thoughts Tips Travelling Vaksinasi Writing Challenge cerita jalan-jalan

    Arsip Blog

    • ▼  2024 (17)
      • ▼  November 2024 (1)
        • Kenal Lebih Dekat dengan SoFresh: Sabun Cuci Pirin...
      • ►  Oktober 2024 (1)
      • ►  April 2024 (6)
      • ►  Maret 2024 (9)
    • ►  2023 (3)
      • ►  Juni 2023 (1)
      • ►  Februari 2023 (1)
      • ►  Januari 2023 (1)
    • ►  2022 (3)
      • ►  Maret 2022 (1)
      • ►  Februari 2022 (1)
      • ►  Januari 2022 (1)
    • ►  2021 (51)
      • ►  Desember 2021 (2)
      • ►  November 2021 (1)
      • ►  Oktober 2021 (1)
      • ►  September 2021 (1)
      • ►  Agustus 2021 (3)
      • ►  Juli 2021 (1)
      • ►  Juni 2021 (1)
      • ►  Mei 2021 (17)
      • ►  April 2021 (17)
      • ►  Maret 2021 (4)
      • ►  Februari 2021 (2)
      • ►  Januari 2021 (1)
    • ►  2020 (55)
      • ►  Desember 2020 (1)
      • ►  November 2020 (2)
      • ►  Oktober 2020 (2)
      • ►  September 2020 (4)
      • ►  Juli 2020 (4)
      • ►  Juni 2020 (4)
      • ►  Mei 2020 (22)
      • ►  April 2020 (11)
      • ►  Maret 2020 (1)
      • ►  Februari 2020 (1)
      • ►  Januari 2020 (3)
    • ►  2019 (48)
      • ►  Desember 2019 (3)
      • ►  November 2019 (1)
      • ►  Oktober 2019 (3)
      • ►  September 2019 (5)
      • ►  Agustus 2019 (3)
      • ►  Juli 2019 (2)
      • ►  Juni 2019 (1)
      • ►  Mei 2019 (6)
      • ►  April 2019 (3)
      • ►  Maret 2019 (9)
      • ►  Februari 2019 (11)
      • ►  Januari 2019 (1)
    • ►  2018 (10)
      • ►  Desember 2018 (1)
      • ►  Oktober 2018 (3)
      • ►  September 2018 (2)
      • ►  Mei 2018 (3)
      • ►  April 2018 (1)
    • ►  2017 (9)
      • ►  November 2017 (1)
      • ►  Oktober 2017 (1)
      • ►  Juli 2017 (1)
      • ►  Mei 2017 (1)
      • ►  April 2017 (1)
      • ►  Maret 2017 (2)
      • ►  Februari 2017 (1)
      • ►  Januari 2017 (1)
    • ►  2016 (16)
      • ►  Desember 2016 (3)
      • ►  November 2016 (2)
      • ►  Oktober 2016 (2)
      • ►  Agustus 2016 (2)
      • ►  Juli 2016 (2)
      • ►  Juni 2016 (1)
      • ►  Januari 2016 (4)
    • ►  2015 (4)
      • ►  Maret 2015 (1)
      • ►  Februari 2015 (3)
    • ►  2011 (1)
      • ►  Juli 2011 (1)

    Popular Posts

    • Usia Kepala Dua?
    • Sebuah Cerpen: Tentang Mengikhlaskan
    • A Flashback to Senior High School: Kangen!

    Saya Bagian Dari

    Logo-Blogger-Perempuan-Network-round-7

    Aderation Project

    Untitled-design-20240826-113829-0000
    Facebook Instagram Pinterest Tumblr Twitter

    Created with by BeautyTemplates

    Back to top